AQWAM.COM — Sepasang suami-istri sedang memilah-milah tumpukan mushaf Al-Quran di sebuah toko buku di Solo. “Ustadzahnya bilang, cari Al-Quran yang rasm Utsmani,” kata si istri yang ternyata peserta kelas baca Al-Quran (tahsin) di sebuah RQ (Rumah Al-Qur’an).
Rupanya si suami kurang paham dengan apa yang dimaksud dengan rasm Utsmani. “Ya udah, Umi pilih saja mushaf yang diperlukan. Abi kira semua sama saja,” katanya sambil memegang daftar harga mushaf.
Menjamurnya kursus atau kelas tahsin dewasa ini wajib kita syukuri. Keinginan untuk membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah yang sebenarnya secara sederhana dapat dimaknai sebagai indikasi meningkatnya gairah keagamaan (Islam) di negeri ini.
Namun, menyimak percakapan suami istri di atas, tampaknya ada sedikit kekeliruan persepsi. Ketika yang dicari adalah mushaf rasm Utsmani, maka sebenarnya hampir semua mushaf yang dicetak di dunia ini berdasarkan rasm Utsmani.
Mengenal Rasm Utsmani
Rasm sendiri adalah tatacara penulisan, atau disebut juga pola tulis kalimat. Secara umum, dalam penulisan huruf Arab ada tiga jenis rasm, yang disebutkan Fahrur Rozi yaitu:
- Rasm qiyasi/imlai, pola penulisan sesuai dengan cara pengucapannya.
- Rasm Utsmani, pola penulisan sesuai dengan cara penulisan yang ditetapkan shahabat Usman bin Affan RA.
- Rasm Arudi, pola penulisan sesuai dengan wazan dalam syair-syair Arab.
Untuk penulisan mushaf Al-Quran, hanya dipakai dua rasm, yaitu Rasm Qiyasi dan Rasm Utsmani. Yang paling populer hingga saat ini adalah mushaf Al-Quran yang ditulis menggunakan Rasm Utsmani.
Rasm Utsmani sebagai sebuah disiplin ilmu telah memiliki beberapa mazhab atau aliran. Mazhab utama ilmu Rasm Utsmani dinisbahkan kepada:
- Abu ‘Amr ad-Dani dalam karyanya Al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum Masahif Ahl al-Amsar, dan:
- Abu Dawud Sulaiman bin Najah dalam karyanya Mukhtasar at-Tabyin li Hija’ at-Tanzil,
Kedua ulama ini juga dikenal dengan sebutan Syaikhani dalam ilmu rasm.
Selain dua nama di atas, juga terdapat imam-imam rasm lain yang juga sering dijadikan rujukan. Seperti al-Balansi (w. 564 H) dalam kitabnya al-Munsif, asy-Syatibi (w. 590 H) dalam karyanya Al-Aqilat Al-Atraf, As-Sakhawi dalam kitabnya Al-Wasilah ila Kasyf al-‘Aqilah, dan lain-lain.
Mereka memberikan tambahan terhadap hal-hal yang tidak dibahas oleh Syaikhani di atas. Bahkan terkadang juga memberikan koreksi terhadap pandangan keduanya. Sayangnya, nama-nama para imam selain Syaikhani tersebut kurang popular di masyarakat.
Hal tersebut menjadi sebab munculnya pemahaman di kalangan masyarakat bahwa mushaf rasm Utsmani itu satu macam, yang diterbitkan oleh, misalnya, penerbit mushaf Madinah saja. Selain terbitan Madinah, dianggap bukan rasm Utsmani.
Padahal, dalam mushaf cetakan Madinah pun terdapat pembaruan dan penyesuaian yang didasarkan pada pendapat imam-imam rasm selain As-Syaikhani. Misalnya halaman akhir Mushaf Madinah (Ta’rif bi-hadza al-Mushaf) terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd tahun 1407 H/1986 M, terdapat keterangan:
“Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani).”
Namun setelah diteliti ulang, ternyata tidak sepenuhnya penulisan mushaf tersebut konsisten pada Madzhab Abu Dawud. Karenanya, pada cetakan tahun 1426 H/2004 M, redaksi pada halaman Ta’rif bi-hadza al-Mushaf ditambah keterangan:
“Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani) pada umumnya, dan terkadang dirujuk dari ulama selain keduanya.”
Dengan redaksi di atas, Mushaf Madinah tidak membatasi acuannya hanya pendapat Asy-Syakhani saja, namun menampung juga pendapat dari luar keduanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa versi Rasm Usmani.
Bagaimana dengan mushaf versi tashih Departemen Agama Republik Indonesia?
Mushaf Indonesia tidak berafiliasi secara tegas kepada salah satu mazhab rasm, namun kalau dilihat secara lebih rinci lebih banyak mengadopsi pandangan Abu ‘Amr Ad-Dani. Ini bisa dilihat dalam isbat (penetapan) Alif dalam banyak penulisan kata.
Dengan demikian, anggapan bahwa rasm usmani hanya satu macam adalah anggapan yang berlebihan dan keliru. Mushaf Standar Indonesia adalah juga menggunakan Rasm Usmani, seperti halnya Mushaf Madinah, dan Mushaf Jamahiriyyah Libya,
Letak perbedaannya, jika kedua mushaf ini lebih mentarjih salah satu mazhab, maka Mushaf Indonesia tidak melakukan tarjih sama sekali.

Perbedaan Mushaf Madinah dengan Mushaf Indonesia
Sama-sama menggunakan rasm Utsmani, mushaf yang ditashih oleh Kementrian Agama Republik Indonesia memiliki perbedaan dengan mushaf cetakan Madinah.
Di Mushaf Madinah, ketika terjadi beberapa hukum bacaan tajwid pada ayat Al-Qur’an tidak ada tanda yang membantu bagaimana membaca dan membunyikannya. Sebagai contoh, pada lafdzul jalalah (lafadz Allah), Mushaf Madinah tidak mencantumkan fathah berdiri (fathah qaimah) pada lam yang memang harus dibaca panjang (dua harakat)
Sementara di mushaf standar Indoensia, lam pada lafadz Allah dibuat fathah berdiri agar dibaca panjang dua harakat. Tanda tersebut diberikan agar masyarakat Indonesia jangan sampai salah dalam memunyikan lafadz Allah.
Orang Arab barangkali tidak perlu karena mereka sudah terbiasa membunyikan lafdz tersebut dengan lam yang dibaca panjang. Demikian halnya dengan hukum bacaan idgam, ikhfa, dan beberapa bacaan tajwid lainnya.
Berikut ini tabel beberapa perbedaan tampilan pada mushaf Madinah dan mushaf versi Kemenag RI (standar Indonesia):
Demikianlah, akhirnya menjadi gamblang bagi kita bahwa mushaf Rasm Utsmani itu bukan hanya mushaf yang hari ini dicetak oleh Pemerintah Arab Saudi (mushaf Madinah). Mushaf versi Indonesia yang ditashih oleh Kemenag RI juga menggunakan Rasm Utsmani.
Meski sama-sama menggunakan Rasm Utsmani, terdapat perbedaan di antara keduanya karena memang dalam Rasm Utsmani itu sendiri terdapat beberapa pendapat tentang penulisan lafal-lafal tertentu. Bukan hanya pendapat tunggal.
Penulis: Yahya Abdul Muhyi
Sumber:
1. Mushaf Standar Indonesia Bukan Usmani, Fahrur Rozi, Kompasiana.com
2. Mustopa, Perbandingan Mushaf Standar Indonesia dengan Mushaf Madinah, lajnah.kemenag.go.id